Bab 10: Takhta dan Pengorbanan
Setelah pertempuran berakhir, Ken Arok berdiri di tengah istana Tumapel yang telah ia rebut. Di depannya, Ken Dedes menatap dengan mata penuh emosi.
“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Ken Dedes, suaranya bergetar.
Ken Arok terdiam. Baginya, kemenangan ini terasa hampa. Ia telah mendapatkan kekuasaan, tetapi kehilangan bagian dari dirinya. “Aku telah merebut takhta ini untukmu,” katanya pelan.
“Tapi apa kau merebutnya untukku, atau untuk ambisimu?” balas Ken Dedes, menyisakan jeda di antara mereka.
Tunggul Ametung, terluka tetapi masih hidup, menyela. “Dedes... kau tidak bisa mempercayainya. Dia hanyalah seorang penjahat.”
Namun, Ken Dedes tidak menjawab. Ia tahu bahwa pilihannya kini bukan lagi soal cinta atau kewajiban, melainkan tentang masa depan Tumapel. Dengan suara mantap, ia berkata, “Jika aku adalah wahyu keraton, maka aku akan memutuskan takdirku sendiri.”
---
Bab 11: Rahasia Wahyu Terungkap
Di malam yang gelap, Ken Dedes kembali bertemu wanita tua yang pernah menasihatinya. Kali ini, wanita itu membawa sebuah pusaka berbentuk keris dengan ukiran yang rumit.
“Inilah rahasia wahyu keraton,” kata wanita itu. “Ia bukan tentang cinta atau kekuasaan. Ia tentang keseimbangan.”
Ken Dedes memegang keris itu, merasakan kekuatan yang luar biasa. “Apa artinya ini?” tanyanya.
Wanita itu menjelaskan bahwa keris itu memiliki kekuatan untuk mengakhiri segala konflik, tetapi dengan pengorbanan yang besar. “Jika kau menggunakannya, kau tidak hanya akan mengubah takdir Tumapel, tetapi juga nasibmu sendiri.”
Ken Dedes menyadari bahwa keris itu adalah simbol dari apa yang ia cari: kebebasan dari belenggu ramalan dan kekuasaan.
---
Bab 12: Twist Ending
Ketika pagi datang, Ken Dedes mengumpulkan Ken Arok dan Tunggul Ametung di aula istana. Dengan keris di tangannya, ia membuat keputusan yang mengejutkan semua orang.
“Aku tidak akan menjadi permaisuri siapa pun. Wahyu keraton bukanlah tentang kalian berdua. Ini tentang aku, tentang rakyat Tumapel, dan tentang masa depan yang lebih besar daripada ambisi pribadi.”
Dengan satu gerakan cepat, Ken Dedes menusukkan keris itu ke tanah, menciptakan gempa yang memisahkan istana dari dunia luar. Sebuah pesan mistis terukir di tanah: “Keseimbangan telah dipulihkan. Takhta milik mereka yang layak.”
Ken Dedes menghilang dalam cahaya yang memancar dari keris itu, meninggalkan Ken Arok dan Tunggul Ametung dalam kebingungan dan penyesalan.
---
Bab 13: Generasi Selanjutnya
Bertahun-tahun kemudian, anak-anak dari Tumapel mendengar legenda tentang seorang wanita bernama Ken Dedes yang membawa keseimbangan dan melindungi rakyatnya.
Salah satu dari mereka adalah seorang pemuda bernama Raden Wijaya, yang kelak akan mendirikan Majapahit. Dalam darahnya mengalir semangat Ken Dedes, yang menginspirasi visi untuk membangun sebuah kerajaan besar.
Raden Wijaya sering bermimpi tentang seorang wanita di bawah pohon beringin, dengan mata yang bersinar lembut dan penuh kebijaksanaan. Ia merasa dipandu oleh semangatnya.
---
Bab 14: Dunia yang Lebih Luas
Dalam perjalanannya, Raden Wijaya bertemu dengan tokoh-tokoh dari kerajaan-kerajaan lain, yang berbagi kisah tentang ramalan serupa dengan wahyu keraton. Mereka menyebutnya wahyu agung, sebuah kekuatan yang muncul hanya ketika dunia membutuhkan pemimpin sejati.
Kisah ini menghubungkan sejarah Tumapel dengan kerajaan besar lain, seperti Singhasari dan Majapahit, serta mitos-mitos tentang dewa dan leluhur yang memandu manusia.
No comments:
Post a Comment