hasil mendaki kemaren |
Kalau susah dipendam ya .. jejaring sosial-lah yang menjadi tumbalnya. Jadi, kalau ingin tau perasaan aku saat kapanpun, lihat saja TL aku. Mungkin kalian bisa menebaknya. aku memang bukan tipe orang yang terbuka. Bahkan di keluarga pun aku dinilai “pendiam” atau “pemalu”. Mungkin yang pemalu itu sedikit melenceng. Lebih tepatnya malu-maluin. Ah entahlah, mereka yang menilai seperti itu.
I hope this year will be better than before. Yap! itu yang diharapkan semua orang, begitu pun aku. Memang ada langkah-langkahnya untuk mencapai kebahagiaan, not instant like cooking noodle. Jujur, akhir-akhir ini aku sering sebel sama doi. aku tau kalau penyebab mengapa aku bisa sebel sama dia, tapi aku ga bisa mengungkapkannya. Karena terdengar aku-nya egois dan ga penting juga kalau diceritain. Wajar aja kalau dia bingung atau kesel juga sama aku. Tapi serius deh, baru kali ini doang aku kaya gitu. Perbedaan dia dengan masa laluku beda jauh. Yang sekarang lebih kerasa ga mau kehilangannya. Namanya juga anak muda, yaaaa perasaan masih labil belum stabil.
Entahlah harus gimana.
Mau cerita pun rasanya ga perlu. Katanya mas Ishak, kita curhat sama diri sendiri aja. Jadi kita di depan cermin dan curhat di sana. Tapi kaya curhat sama cermin. Dan aku tidak bisa. Bukan karena ga PD liat wajah sendiri, karena emang ga terbiasa aja curhat sama diri sendiri, lebih enak curhat di tulis kaya gini bisa jadi memori.
Cermin
Siapa yang mengajari? Aku hanya meniru
Segenap lakumu Akulah cermin
dan juga bayangan mengikuti tubuhmu
dan setiap lakumu padaku
Jangan mengaduh pula menyumpah
Aku tak mengerti apa dibalik tirai kalbu
aku hanya meniru lakumu padaku
lantas mengapa marah jiwamu resah
Pada lakuku tak mengertikah
Baik burukmu pasti kembali padamu
membelai atau menamparmu
Minggu ini aku berdiri memunggungi senja, dari segala yang tertulis dan yang tak tertulis, dan dari segala yang tak terkatakan dan terkatakan.Seusai hujan aku mensyukuri setiap musim, mataku terpejam tiba-tiba, aku melihatmu di sana.
Aku terhanyut sementara, entah kemudian senyap, pertanda tanda koma saat matahari pamit dari cakrawala. Hujan menyanyikan ilalang biru di sebuah kenangan, dengan rangkaian lirik yang belum sempurna. Kisahnya tersimpan dalam jiwa.
Aku belajar menerjemahkan sesuatu dengan dekap yang tiada. Butir-butir bayu menggenangi telaga, utuh dalam satu doa. Ada klausa cinta tercipta di wajah manis yang diabadikan edelweiss, kutulis lewat penggalan puisi di paragraf terakhir pada halaman ini.
Jika kau mengerti, di penggalan puisi itu tercermin Aku.
1 comment:
keren roy
Post a Comment