Tetes hujan merintih ditengah kangen ku, jika usai hujan di senja ini,

ku berharap pelangi dihadirkan oleh Tuhanku, untuk mengobati rindu yang semakin meronta diujung kalbu.

Tuesday, January 14, 2025

Menulis, Menulis, dan Teruslah Menulis



Di sebuah kota kecil yang dipenuhi hiruk-pikuk kehidupan sederhana, hiduplah seorang penulis muda bernama Laksmi. Ia tak pernah menganggap dirinya istimewa. Ia hanya seorang gadis yang jatuh cinta pada kata-kata. Di kamarnya yang sempit, dengan dinding penuh coretan puisi dan catatan, ia duduk setiap malam di bawah sinar redup lampu meja, menulis cerita-cerita yang lahir dari pikirannya yang gelisah.

Namun, tidak semua orang menghargai apa yang ia lakukan. Teman-temannya sering bertanya dengan nada mengejek, “Untuk apa menulis sebanyak itu? Toh, siapa yang akan baca?” Bahkan keluarganya kadang merasa Laksmi hanya membuang waktu, apalagi ketika ia memilih meninggalkan pekerjaannya demi fokus pada tulisan-tulisannya.

Tapi Laksmi punya prinsip. Ia teringat kata-kata dari seorang guru yang pernah ditemuinya dalam sebuah workshop kecil: “Menulis, menulis, dan teruslah menulis, jangan peduli apakah akan dibaca atau dijiplak. Karyamu adalah bagian dari dirimu yang abadi.” Kalimat itu begitu menancap di hatinya, seperti mantra yang mendorongnya untuk terus melangkah.

Hari-hari Laksmi penuh perjuangan. Ia mengirimkan naskahnya ke berbagai penerbit, tetapi semua berujung penolakan. Ada kalanya ia merasa lelah dan ingin menyerah, namun di saat-saat itu, ia kembali mengingat mengapa ia mulai menulis. Bukan untuk ketenaran, bukan untuk uang, tetapi untuk dirinya sendiri.

Salah satu cerita yang ia tulis adalah tentang seorang anak yang mencari arti keberanian di tengah dunia yang penuh ketidakpastian. Ia menyebarkannya di blog pribadi tanpa ekspektasi apa pun. Dalam beberapa minggu, cerita itu tiba-tiba menjadi viral. Orang-orang merasa terinspirasi, beberapa bahkan mengirimkan pesan kepada Laksmi tentang bagaimana cerita itu mengubah cara mereka memandang hidup.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Ia menemukan bahwa cerita yang ia tulis dijiplak oleh seseorang dan diterbitkan tanpa izin. Awalnya, Laksmi marah dan kecewa. Bagaimana mungkin seseorang mengambil hasil kerja kerasnya begitu saja? Tapi, di tengah kekecewaannya, ia mengingat kata-kata itu lagi: “Jangan peduli apakah akan dibaca atau dijiplak.”

Laksmi akhirnya memilih untuk terus menulis. Ia tahu bahwa karya sejati akan selalu menemukan jalannya kembali kepada pembacanya, tak peduli siapa yang mencoba merampasnya. Ia belajar bahwa menulis adalah perjalanan yang tidak pernah selesai, dan setiap kata yang ia tulis adalah jejak kecil yang akan bertahan lebih lama dari hidupnya.

Kini, Laksmi bukan hanya dikenal sebagai penulis yang karyanya menyentuh banyak hati, tetapi juga sebagai simbol keberanian untuk tetap berkarya meski dunia tidak selalu adil. Ia menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus menciptakan, terus bermimpi, dan yang terpenting—terus menulis.


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...