Tetes hujan merintih ditengah kangen ku, jika usai hujan di senja ini,

ku berharap pelangi dihadirkan oleh Tuhanku, untuk mengobati rindu yang semakin meronta diujung kalbu.

Saturday, December 28, 2024

Ken Dedes 5: Bayang-Bayang Wahyu


Malam itu, di bawah rembulan yang hampir purnama, Ken Dedes berdiri di tepi sungai Brantas. Cahaya rembulan memantulkan bayangan dirinya di permukaan air yang beriak, seperti potret dari dua dunia yang berbeda: dunia yang ia kenal, dan dunia yang sedang menantinya. Suara sang ayah terus bergema di pikirannya, berat dan penuh beban.
"Wahyu keraton itu milikmu, Dedes. Kau akan membawa kejayaan, tetapi kau juga akan menjadi korban takdir."

Angin malam membawa harum bunga melati, melintasi kulitnya seperti bisikan lembut. Namun dinginnya menusuk hingga ke tulang. Air matanya mengalir, bercampur dengan perasaan takut dan bingung.

“Kenapa aku?” bisiknya pelan. “Apakah wahyu itu berkah... atau kutukan yang memenjarakan hidupku?”

Kemunculan Nyai Kerti
Di balik bayang-bayang pepohonan, langkah seseorang terdengar. Pelan, tapi pasti. Seorang wanita tua muncul, mengenakan kain batik dengan kerudung sederhana yang hampir menyembunyikan wajahnya. Ia membawa tongkat kayu yang kokoh, tiap ketukan tongkatnya seperti detak waktu yang mendekat.

"Siapa kamu?" tanya Ken Dedes dengan suara gemetar, tapi tubuhnya tetap tegak.

Wanita tua itu tersenyum, menampakkan wajah yang penuh guratan usia. "Aku adalah Nyai Kerti," jawabnya dengan lembut namun penuh wibawa. "Aku penjaga antara dunia ini dan dunia para leluhur. Aku tahu apa yang mengganggu hatimu, anakku."

Percakapan tentang Wahyu
Ken Dedes mendekati Nyai Kerti, pandangannya dipenuhi rasa penasaran. “Apa arti wahyu ini? Apakah itu berkah atau kutukan?”

Nyai Kerti memandangnya lekat-lekat, sorot matanya seolah menembus jiwa. "Wahyu itu bukan sekadar ramalan, anakku. Ia adalah kekuatan yang diwariskan, mengalir dalam darahmu. Namun kekuatan itu adalah pedang bermata dua. Jika kau tidak berhati-hati, ia akan menghancurkanmu... dan dunia di sekitarmu."

"Apa maksudmu?" Ken Dedes bertanya.

Nyai Kerti mendesah pelan, lalu berkata, “Wahyu itu bersinar terang. Tetapi seperti api, ia menarik cahaya sekaligus kegelapan. Banyak yang menginginkannya, tapi tidak semua mampu menanggung bebannya.”

“Lalu apa yang harus aku lakukan?” Ken Dedes bertanya, suaranya nyaris berbisik.

“Pilih jalanmu sendiri,” jawab Nyai Kerti. “Takdir tidak pernah mutlak. Kau bisa menjadi pemimpin yang membawa kejayaan, atau menjadi korban yang terperangkap oleh wahyu itu.”

Konflik Baru: Ancaman dari Perompak
Belum sempat Ken Dedes meresapi kata-kata Nyai Kerti, terdengar langkah tergesa-gesa dari arah hutan. Seorang prajurit istana muncul, wajahnya dipenuhi kecemasan.

“Putri Dedes! Desa di hilir diserang oleh perompak. Mereka mencari seseorang—mungkin Anda.”

Ken Dedes menegang. “Kenapa mereka mencari aku?”

Nyai Kerti mengangguk pelan, seolah mengerti lebih dari yang ia ucapkan. "Wahyu itu telah memancarkan sinarnya, menarik mereka yang haus kekuasaan. Mereka bisa mencium jejakmu."

“Aku harus kembali ke istana!” seru Ken Dedes.

“Tidak,” ujar Nyai Kerti tegas. “Kau harus melawan. Wahyu ini bukan untuk disembunyikan. Inilah waktunya bagimu untuk menunjukkan bahwa kau pantas memilikinya.”

Kembali ke Istana dan Hubungan dengan Ken Arok
Setelah berhasil lolos dari ancaman perompak dengan bantuan prajurit istana, Ken Dedes kembali ke istana kecilnya. Di sana, ia menemukan Ken Arok menunggunya. Mata pria itu mencerminkan campuran rasa khawatir dan kekaguman.

“Apa yang terjadi, Putri?” tanya Ken Arok, menghampirinya dengan langkah cepat.

Ken Dedes menghela napas, lalu menceritakan semuanya—dari pertemuan dengan Nyai Kerti hingga serangan perompak.

“Kenapa aku merasa seperti boneka dalam permainan para dewa, Arok?” ujarnya dengan suara pelan.

Ken Arok menatapnya dalam-dalam. “Kau bukan boneka, Dedes. Kau adalah pemimpin. Takdir mungkin memberimu wahyu ini, tapi cara kau menggunakannya sepenuhnya tergantung padamu.”

Untuk pertama kalinya, Ken Dedes melihat sisi lain dari Ken Arok. Ada keyakinan dalam kata-katanya yang membangkitkan semangat di hati Ken Dedes.

Kesadaran Baru
Di akhir malam, Ken Dedes berdiri di balkon istananya, memandangi rembulan yang hampir purnama. Kata-kata Nyai Kerti dan Ken Arok berputar di kepalanya. Wahyu keraton bukan hanya takdir yang dipaksakan kepadanya, melainkan juga pilihan yang harus ia buat sendiri.


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...