Salah satu temannya, Vina, yang cukup suka mengamati dengan tajam, tersenyum samar. "Kamu lebih sering berdoa minta jodoh daripada nge-tweet, tapi jodoh belum datang juga ya?" sindirnya sambil menyesap kopi. Tika terdiam sesaat, merasakan sindiran itu. Seakan menyadari bahwa doa saja tidak cukup, mungkin dia perlu juga membuka peluang dengan lebih aktif.
"Eh, tapi kamu juga sering banget bilang pacaran itu dosa," Vina melanjutkan, "tapi kok drama percintaanmu di Instagram malah banyak banget, sih?" Tika terkejut mendengar itu. Dia tahu betul bahwa dia sering memposting tentang perasaan dan kisah cintanya yang tak berujung, meskipun sering menganggap hubungan pacaran sebagai sesuatu yang mengganggu.
Tika pun merasa sedikit tersindir, tapi tak bisa menyangkal. "Iya, sih. Cuma kan drama-drama itu nggak ada yang bener-bener serius," jawabnya, berusaha mencari alasan. Teman lainnya, Ika, yang sejak tadi mendengarkan, ikut menimpali. "Tapi kamu tuh sering banget promosiin produk orang lain, Tika. Tapi kapan terakhir kali kamu promo diri sendiri?" Ika melemparkan pertanyaan yang langsung membuat Tika terdiam. Ia memang sering mempromosikan segala sesuatu di media sosial, kecuali dirinya sendiri.
Tika menghela napas panjang, merasa seolah dihujani pertanyaan yang sulit dijawab. "Susah sih, kalau ngomongin diri sendiri," jawabnya pelan. "Maksudku, nggak banyak yang bisa dipromosiin, kan?"
"Ya, mungkin itu masalahnya," sahut Vina. "Kamu lebih sering pengen dilihat orang lain, tapi nggak sadar kalau kamu sendiri juga bisa jadi sesuatu yang layak dilihat." Tika hanya tersenyum canggung, tak tahu harus berkata apa lagi.
Lalu, Ika menambahkan dengan tawa kecil, "Eh, ngomong-ngomong, kamu kan sering banget bilang pengen sugar daddy, tapi kok dia malah takut sama kamu?" Tika langsung terkejut, hampir menumpahkan kopi di tangannya. "Jangan ngomong gitu!" katanya sambil tertawa, meski ada rasa malu yang menggelitik di dalam hatinya.
Mereka semua tertawa bersama, tetapi Tika merasa seperti mendapatkan pelajaran penting. Terkadang, kita terlalu sibuk mencari alasan untuk harapan-harapan besar yang kita miliki, tanpa sadar bahwa ada hal-hal sederhana yang bisa membuat kita lebih baik. Harapan tanpa usaha, nilai tanpa tindakan, dan pencapaian yang diinginkan tanpa keberanian untuk memperkenalkan diri—semua itu saling berhubungan. Dan malam itu, Tika pun mulai berpikir, mungkin saatnya untuk lebih konsisten dengan apa yang dia katakan dan lakukan.
No comments:
Post a Comment