Malam itu, aroma bunga melati menguar dari meja kecil di sudut kamar. Ratna duduk di sana, memintal benang kenangan yang terus menghantuinya. Melati, bunga sederhana yang selalu diberikan Syahbandar saat mereka bertemu di pasar malam. Dulu, bunga itu membawa kebahagiaan; kini, hanya perih yang tersisa.
Ratna adalah putri seorang pengrajin perhiasan, hidupnya sederhana namun penuh warna. Ayahnya mengajarinya tentang keindahan detail, sesuatu yang tercermin dalam caranya memandang dunia. Namun, kehidupannya berubah ketika seorang pemuda penuh semangat, dengan mata yang berbinar penuh impian, mulai mengisi hari-harinya. Pemuda itu adalah Syahbandar.
Mereka bertemu pertama kali di pasar malam. Syahbandar, dengan senyum cerah dan tangan penuh bunga melati, mendekatinya. "Untukmu," katanya, sembari menyerahkan setangkai melati. Ratna menerimanya dengan pipi memerah, tak pernah menyangka bunga itu akan menjadi simbol cinta mereka.
Namun, cinta mereka terhalang oleh sesuatu yang lebih besar dari mereka: takdir. Ratna adalah milik orang lain, dijodohkan dengan seorang bangsawan kaya demi kestabilan keluarganya. Syahbandar tahu itu, tetapi ia berjanji akan mengubah segalanya.
“Aku akan menjadi seseorang yang mampu melindungimu, Ratna. Tunggu aku,” ucapnya dengan penuh tekad di suatu malam yang dingin. Namun Ratna, yang mencintai Syahbandar apa adanya, hanya bisa menjawab dengan getir, “Jangan ubah dirimu hanya untuk aku. Aku mencintai siapa dirimu saat ini.”
- Perpisahan yang Mematahkan
Ketika Syahbandar meninggalkan kampung untuk mengejar ambisi, Ratna merasakan kekosongan yang sulit diungkapkan. Ia memeluk bunga melati yang terakhir diberikan Syahbandar, merasakan aroma yang perlahan memudar, seperti harapan mereka. Hari berganti minggu, minggu berganti tahun, namun ia tetap setia menanti kabar darinya.
Namun dunia tidak menunggu mereka. Pernikahan yang dijodohkan menjadi kenyataan, dan Ratna, meski tubuhnya ada dalam rumah pria lain, hatinya tetap tertambat pada Syahbandar. Di setiap malam yang sunyi, ia menatap bintang-bintang, berharap Syahbandar menatap langit yang sama.
Ketika kabar tentang Syahbandar yang menjadi laksamana besar sampai di telinganya, Ratna tidak tahu harus merasa bangga atau hancur. Ia tahu Syahbandar telah mencapai apa yang ia impikan, tetapi ia juga tahu cinta mereka kini hanyalah cerita masa lalu.
- Pertemuan yang Menyayat
Bertahun-tahun kemudian, Syahbandar kembali ke kampung halamannya. Ketika Ratna melihatnya untuk pertama kali setelah sekian lama, ia hampir tidak mengenali pria yang berdiri di depannya. Wajahnya masih sama, tetapi matanya kehilangan kehangatan yang dulu selalu membuat Ratna merasa aman.
“Kita adalah kisah yang tak pernah selesai,” ujar Ratna dengan suara gemetar, air mata membasahi pipinya. "Tapi aku bahagia kau telah mencapai apa yang kau impikan."
Syahbandar tidak menjawab. Ia hanya menatap Ratna, seolah ingin mengingat setiap detail wajahnya, sebelum dunia memisahkan mereka lagi. Malam itu, Ratna tahu cinta mereka akan tetap ada, tetapi tidak untuk bersama.
- Akhir yang Tragis
Ketika kabar kematian Syahbandar sampai di telinga Ratna, ia sedang menenun di depan rumahnya. Tangannya berhenti, tubuhnya membeku. Ia mendengar bahwa Syahbandar gugur di tangan Hang Tuah, seorang prajurit yang bahkan namanya belum pernah ia dengar sebelumnya.
Ratna berjalan ke tepi pantai, membawa setangkai bunga melati yang sudah mulai layu. Ia menatap ombak yang berkejaran, membayangkan Syahbandar berdiri di sana, dengan senyum yang sama seperti saat mereka pertama bertemu.
“Syahbandar,” bisiknya, suaranya hampir tenggelam oleh deru angin. “Aku memaafkanmu. Kau adalah cinta yang tidak pernah mati dalam hidupku.”
Ratna melepaskan bunga melati ke laut. Ia tahu, meski dunia memisahkan mereka, cinta itu akan terus hidup, seperti aroma melati yang tidak pernah benar-benar hilang.
No comments:
Post a Comment