Malam ini aku melangkah ke taman kota,
mencari seorang pengrajin puisi cinta.
Kepadanya, aku ingin memesan satu bait,
yang sempurna untuk ulang tahunmu, kekasihku.
Dia mulai bekerja,
mengambil pensil, selembar kertas di tangan.
Satu menit ia merenung,
dua menit ia menulis,
tiga menit berlalu, namun kertas itu hancur dalam genggaman.
Ia menyerah.
Katanya, “Cinta sepertimu terlalu sulit dilukiskan.”
Aku terdiam, lalu mengambil sisa rangkaiannya.
Aku coba perbaiki, dengan hatiku sebagai pena.
Kukubah bait pertama,
kurangkai ulang bait kedua,
kutambahkan bisikan rindu di sela-selanya.
Namaku kusamarkan di setiap kalimat,
agar yang tersisa hanya cintaku untukmu.
Dan di baris terakhir,
aku ingin berani mengatakan:
Selamat ulang tahun, Atikah Masikah.
Semoga cinta kita abadi, seperti puisi yang tak pernah selesai.
No comments:
Post a Comment