Tetes hujan merintih ditengah kangen ku, jika usai hujan di senja ini,

ku berharap pelangi dihadirkan oleh Tuhanku, untuk mengobati rindu yang semakin meronta diujung kalbu.

Monday, December 30, 2024

𝐎𝐯𝐞𝐫 𝐓𝐡𝐢𝐬 𝐆𝐫𝐞𝐚𝐭 𝐂𝐨𝐮𝐧𝐭𝐫𝐲, 𝐋𝐢𝐠𝐡𝐭 𝐢𝐬 𝐍𝐞𝐯𝐞𝐫 𝐅𝐨𝐮𝐧𝐝


Di balik keindahan negeri ini, tersembunyi kisah-kisah kelam yang terus menunggu untuk disuarakan. Setiap lembar sejarah yang terukir di tanah ini menyimpan perjuangan yang tak selalu berakhir dengan keadilan.

1. Kisah Joko Riyanto, Kota Solo
Malam itu, stadion penuh dengan gemuruh dukungan. Joko Riyanto berdiri di antara ribuan orang, melambaikan syal tim kebanggaannya. Baginya, sepak bola adalah pelarian dari rutinitas hidup sederhana. Namun, kebahagiaannya berubah menjadi teror ketika peluru nyasar menghantamnya.

Anak perempuan Joko kini duduk sendiri di kamarnya, menatap foto ayahnya dengan mata yang penuh air mata. "Ayah, kapan pulang?" tanyanya pada ibunya, yang hanya mampu menggigit bibir menahan tangis. Sementara itu, di luar sana, kasus ini perlahan tenggelam di antara laporan berita lainnya. Nama Joko Riyanto hanyalah angka dalam statistik kekerasan.

Di antara teriakan dukungan di stadion, nyawa seorang pendukung Persis Solo terenggut oleh peluru nyasar. Joko Riyanto, seorang pria biasa yang hanya ingin menikmati pertandingan tim kesayangannya, kini menjadi simbol dari ketidakadilan yang dibiarkan berlalu. Namun, siapa yang peduli pada suaranya? Keheningan dari mereka yang berkuasa semakin menenggelamkan kisah ini.

2. Tragedi Kanjuruhan, Malang
Siti, seorang ibu yang kehilangan putranya dalam tragedi Kanjuruhan, kini hanya memiliki sepasang sepatu bola usang sebagai kenangan. Setiap pagi, ia duduk di depan pintu rumahnya, memeluk sepatu itu seolah masih merasakan kehadiran anaknya.

Ketika hakim membacakan putusan yang dianggap tidak adil, Siti hanya tersenyum getir. “Anakku bukan hanya angka, dia mimpi, dia harapan,” gumamnya. Stadion Kanjuruhan, yang dahulu menjadi tempat penuh kebanggaan, kini tak ubahnya seperti hantu masa lalu, direnovasi seolah ingin menghapus luka sejarah.

Tahun tahun berlalu, namun luka Tragedi Kanjuruhan tetap menganga. Puluhan nyawa melayang, tetapi proses hukum berjalan seperti tertatih-tatih, seakan keadilan adalah barang mewah. Stadion yang menjadi saksi bisu tragedi justru direnovasi, menghapus bukti penting. Putusan hakim? Tidak lebih dari formalitas tanpa jiwa, mengabaikan fakta dan jeritan keluarga korban.

3. Dago Elos, Bandung
Pak Darno, seorang petani tua, berdiri di depan gubuknya yang kini terancam penggusuran. "Lahan ini bukan hanya tempat tinggal," katanya dengan suara serak. "Ini adalah hidup kami, sejarah kami."

Saat aparat mendatangi kampung dengan pentungan dan tameng, Pak Darno memeluk cucunya erat-erat. Ia tahu, perjuangan mereka adalah melawan mesin yang terlalu besar. Namun, ia tetap berdiri di garis depan, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk generasi selanjutnya.

Di tanah Dago Elos, 300 warga berjuang mempertahankan rumah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun. Namun, alih-alih mendengar, aparat justru merespons dengan tindakan represif. Apakah hidup mereka begitu murah hingga dianggap pantas disingkirkan?

4. Rempang, Kepulauan Riau
Ani, seorang gadis muda, berdiri di tepi pantai Rempang, memandangi laut yang telah menjadi saksi bisu hidup keluarganya. Di sana, ayahnya mencari nafkah sebagai nelayan. Namun, tanah ini kini menjadi sengketa.

Ketika gas air mata ditembakkan, Ani melihat anak-anak kecil menangis ketakutan, memeluk ibu mereka. Dia sendiri merasa sesak, bukan hanya karena gas, tetapi karena ketidakadilan yang mereka hadapi.

“Apakah pembangunan harus membuat kami kehilangan rumah?” tanya Ani dengan suara penuh amarah yang terselip ketakutan.

Di Rempang, para penduduk mempertaruhkan segalanya demi ruang hidup yang telah mereka jaga selama generasi. Relokasi paksa, bentrokan, dan tembakan gas air mata adalah jawaban aparat terhadap perjuangan mereka. Dalam tiap langkah mereka, ada ketakutan kehilangan warisan tanah leluhur.

Sebuah Harapan di Tengah Kegelapan

Meski sinar keadilan seolah tertutup oleh awan kekuasaan, masih ada mereka yang berdiri untuk melawan. Suara-suara kecil, seperti Joko Riyanto, warga Dago Elos, dan masyarakat Rempang, adalah pengingat bahwa harapan tidak pernah sepenuhnya padam.

Cerita ini harus terus bergulir, bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk memantik perubahan. Karena setiap kisah yang dituliskan adalah perlawanan terhadap ketidakadilan.

“Untuk semua kebenaran yang tidak kunjung menemukan keadilan, kami bersama kalian!”

“Ini bukan hanya cerita tentang mereka, tetapi juga tentang kita. Suara mereka yang tersisa adalah panggilan untuk bertindak. Karena selama kita diam, kegelapan akan terus menyelimuti negeri ini.”



No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...