Hari-hari bersama Aidan terasa seperti mimpi bagi Elsa. Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa dunianya—yang penuh dengan tanggung jawab menjaga portal dan kesendirian yang abadi—mendapatkan cahaya. Mereka menghabiskan waktu dengan berbagi cerita, tawa, dan kebahagiaan kecil yang sederhana. Tapi di sudut hatinya, Elsa tahu semua ini tidak akan berlangsung lama.
Aidan, meski berusaha, tetaplah bagian dari dunia nyata. Ia memiliki kehidupan, impian, dan tujuan yang tak bisa disandingkan dengan dunia magis Elsa. Dan Elsa? Ia memiliki tanggung jawab yang tidak bisa dilepaskan begitu saja.
Suatu malam, Elsa duduk di tepi jendela magis, memandangi dunia nyata yang berkilauan dalam malam. Di sampingnya, tergeletak surat yang baru saja ia tulis. Surat itu adalah pesan terakhirnya untuk Aidan. Dengan tangan gemetar, ia membacanya pelan, seperti mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah keputusan yang benar.
---
**"Mungkin waktu sekarang sudah berubah, Aidan.
Kau punya mimpi, dan aku juga punya mimpi. Tapi setelah aku mengenalmu, mimpimu menjadi mimpiku juga. Aku ingin mendukungmu, ingin menjadi bagian dari perjalananmu. Tapi aku sadar, itu hanya ilusi.
Apa yang aku rasakan padamu ini mungkin bukan cinta seperti yang diimpikan orang-orang. Ini lebih seperti hukuman, karena rantai kepedihan ini tak pernah berakhir. Aku mencintaimu, tapi cinta ini tak memberimu kehidupan yang kau butuhkan.
Aku tidak ingin kamu melihat tangisku lagi. Tidak akan ada lagi suara rintihan atau uluran tangan dariku untuk hatiku yang terluka. Semua harapan yang kutitipkan padamu hanya tercapai setengah jalan. Tapi aku mengerti, ini bukan salahmu. Ini salahku karena berharap terlalu banyak.
Kini, apa yang terjadi sudah terlanjur terjadi. Aku merasa bahwa tawa, cinta, tangis, dan sakitmu telah menjadi bagian dari hidupku. Tapi aku tak bisa memberikanmu sesuatu yang lebih—aku tak bisa memberimu apa yang kau sebut kehidupan.
Yang benar dalam semua ini hanyalah aku, yang tertinggal seperti lawakan. Aku, cinta ini, kepercayaan ini, semuanya... Aku hanya bisa memutuskan satu hal sekarang: aku akan pergi.
Aku ingin kamu mendapatkan kehidupan yang kamu mau. Itu satu-satunya impianku saat ini."**
---
Air mata Elsa mengalir tanpa henti ketika ia melipat surat itu. Ia tahu, ini bukan jalan yang mudah, tapi ia harus melakukannya. Di dunia nyata, Aidan masih tertidur di sofa kecil di ruangannya. Ia tampak damai, tidak tahu bahwa esok hari Elsa tidak akan ada di sisinya lagi.
Elsa berjalan mendekati Aidan, memandangi wajahnya untuk terakhir kalinya. Ia menyelipkan surat itu di tangan Aidan dan membisikkan kata-kata yang tak bisa ia ucapkan dengan lantang:
"Aku mencintaimu, Aidan. Lebih dari yang bisa kau bayangkan. Tapi cinta ini tidak cukup untuk mengikatmu di sini."
Lalu, sebelum matahari terbit, Elsa melangkah ke portal dunia magis. Ia menutup portal itu untuk selamanya, memastikan bahwa Aidan tidak akan pernah bisa kembali ke dunianya.
---
Epilog
Aidan terbangun dengan sinar matahari yang masuk melalui jendela kecil. Ia memanggil nama Elsa, tapi yang ia temukan hanyalah kesunyian. Ketika ia melihat surat di tangannya, hatinya remuk membaca kata-kata yang Elsa tinggalkan.
Ia mencoba mencari cara untuk membuka portal kembali, tapi tanpa Elsa, ia hanyalah manusia biasa. Ia hanya bisa menatap ke langit dan berharap, entah bagaimana, Elsa akan baik-baik saja di dunianya.
Sementara itu, di dunia magis, Elsa kembali menjalani tugasnya sebagai penjaga portal. Namun, setiap malam, ia menatap ke langit yang sama, membayangkan Aidan di dunia nyata, berharap ia menemukan kebahagiaan seperti yang selalu diimpikannya.
Meski mereka hidup di dua dunia yang berbeda, cinta mereka tetap terikat, meski tak pernah bisa bersatu.
No comments:
Post a Comment