Saat mataku terbuka lagi, aku disambut oleh langit berwarna ungu muda yang dihiasi bintang-bintang besar dan berpendar. Hamparan padang berbatu dengan kilau keperakan terbentang luas di depanku, dan aku merasa seolah-olah berdiri di dunia yang benar-benar berbeda.
Di sebelahku, Elsa tersenyum lebar, kali ini tanpa canggung. “Selamat datang di planet asliku, Dul,” katanya dengan nada lembut namun penuh kebanggaan. Matanya berkilau, memantulkan keindahan yang ada di sekitarnya.
Aku hanya bisa terdiam, tak percaya dengan apa yang kulihat. Di balik keheningan ini, aku merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang tak terungkap—getaran halus dalam dada yang tak hanya berasal dari planet asing ini, tapi juga dari kehadiran Elsa di sisiku.
Perlahan, ia mendekat, mengambil tanganku dan menggenggamnya erat. Suara lembutnya mengalun di telingaku. “Dul... terima kasih sudah mempercayai aku. Aku tahu, ini pasti sangat membingungkan. Aku tahu pasti kamu merasa ini semua seperti mimpi.”
Aku tersenyum, lalu menggenggam tangannya lebih erat. “Iya... tapi jujur, kalau mimpi, aku nggak mau bangun.” Kata-kata itu lolos dari mulutku begitu saja, membuat jantungku berdegup lebih kencang.
Elsa tertawa kecil, dan pipinya memerah samar di bawah cahaya langit ungu. “Oh, jadi kamu suka sama tempat ini?” tanyanya sambil menggodaku.
“Bukan cuma tempatnya,” gumamku, menatapnya lebih dalam. “Mungkin lebih ke... orang yang membawa aku ke sini.”
Elsa menunduk malu-malu, tapi tak melepaskan genggaman tangannya. Kami berdiri di sana, di bawah langit asing yang penuh dengan bintang-bintang, sementara waktu seakan berhenti. Rasanya aneh, tapi juga begitu sempurna.
Tiba-tiba Elsa mendekatkan wajahnya ke arahku dan berbisik, “Dul, di sini ada tradisi... di planetku. Saat seseorang merasa nyaman dengan orang lain di sini, mereka biasanya... saling menyentuh dahi. Semacam tanda kepercayaan, gitu.”
Aku menatapnya dengan sedikit heran, namun tersenyum. “Oh ya? Tradisi yang menarik.”
Elsa mengangguk, lalu mendekatkan dahinya ke arahku. Jarak kami begitu dekat, aku bisa merasakan hangat napasnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang. Dengan perlahan, dahinya bersentuhan dengan dahiku. Dalam keheningan itu, aku merasakan getaran lembut mengalir di antara kami, seperti ada energi misterius yang mengikat kami lebih dalam.
Sesaat, seakan seluruh alam semesta berputar mengelilingi kami, dan aku merasa seolah telah benar-benar menjadi bagian dari dunia Elsa.
Ketika kami akhirnya melepaskan diri, Elsa tersenyum dengan tatapan yang lembut namun penuh misteri. “Sekarang... kamu resmi bagian dari duniamu dan duniaku,” katanya dengan bisikan pelan.
Aku hanya bisa tersenyum, karena meskipun banyak misteri yang belum terpecahkan, satu hal yang aku tahu dengan pasti—aku tak ingin pergi dari sini, atau darinya.
No comments:
Post a Comment