Tetes hujan merintih ditengah kangen ku, jika usai hujan di senja ini,

ku berharap pelangi dihadirkan oleh Tuhanku, untuk mengobati rindu yang semakin meronta diujung kalbu.

Tuesday, December 24, 2024

Arung Palakka : Pengkhianatan Sang Arung Matowa


Pengkhianatan Raja Wajo

Raja Wajo atau penguasa Kerajaan Wajo, dikenal dengan gelar "Arung Matowa," memiliki peran penting dalam sejarah politik dan budaya Sulawesi Selatan. Pada periode ketika Wajo menjalin hubungan dengan Bone dan Gowa, salah satu Arung Matowa yang signifikan adalah La Tenri Lai To Sengngeng, yang memerintah sekitar tahun 1658-1670. 

Pada abad ke-17, Pulau Sulawesi menjadi panggung pertempuran politik dan kekuasaan di tengah konflik antara kerajaan-kerajaan lokal dan kekuatan asing. Di tengah pusaran ini, Raja Wajo, seorang pemimpin yang dihormati karena kebijaksanaan dan keberaniannya, dihadapkan pada dilema besar: persahabatannya dengan Arung Palakka dan kesetiaannya terhadap nilai-nilai kebebasan dan keadilan.

Raja Wajo awalnya mendukung Arung Palakka, seorang sahabat dan sekutu lama dari Kerajaan Bone, dalam perjuangannya melawan dominasi Gowa di bawah Sultan Hasanuddin. Namun, keadaan berubah ketika Raja Wajo mengetahui bahwa Arung Palakka telah bersekutu dengan VOC, penjajah asing yang haus akan kekayaan dan kendali atas wilayah Nusantara.

Pada masa itu, Kerajaan Wajo berada di tengah-tengah konflik besar. Arung Palakka, seorang tokoh Bone yang mengusir Belanda dari Sulawesi Selatan, telah memilih bekerja sama dengan VOC demi mengalahkan Sultan Hasanuddin dari Gowa. La Tenri Lai, Arung Matowa Wajo, awalnya mendukung Bone sebagai sekutu tradisional. Namun, hubungan itu menjadi rumit ketika Arung Palakka semakin terikat dengan VOC, yang dianggap sebagai ancaman bagi kedaulatan lokal.

Pada suatu malam yang tenang di istana Wajo, utusan dari Bone datang membawa kabar yang mengguncang hati Raja Wajo. Utusan itu menceritakan rencana Arung Palakka untuk menyerang Sultan Hasanuddin dengan bantuan VOC. Raja Wajo merasa dikhianati, bukan hanya oleh tindakan Arung Palakka, tetapi juga oleh pengkhianatan terhadap cita-cita kebebasan dari penindasan asing yang selama ini ia junjung tinggi.

Dalam kebingungannya, Raja Wajo mengadakan pertemuan rahasia dengan para penasihat dan panglima perangnya. Mereka sepakat bahwa tindakan Arung Palakka bukan hanya ancaman bagi Gowa, tetapi juga bagi seluruh kerajaan di Sulawesi. VOC tidak pernah datang untuk membantu; mereka datang untuk menaklukkan.

La Tenri Lai dikenal sebagai pemimpin bijaksana yang mengutamakan kepentingan rakyatnya. Ia tidak setuju dengan cara VOC yang menanamkan kontrol ekonomi dan politik di Sulawesi. Ketika Arung Palakka meminta bantuan Wajo untuk melawan Gowa, La Tenri Lai menolak, memilih untuk mendukung Sultan Hasanuddin. Baginya, kemerdekaan bangsa lebih penting daripada aliansi pragmatis dengan kolonial.

Raja Wajo memutuskan untuk mengirim pesan kepada Sultan Hasanuddin. Ia menawarkan aliansi, sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak, termasuk orang-orang terdekatnya yang masih setia kepada Arung Palakka. Dalam suratnya, Raja Wajo menulis:

"Sultan Hasanuddin yang mulia,
Aku telah melihat niat buruk dari mereka yang mengaku sekutu, tetapi bersekongkol dengan penjajah untuk meruntuhkan kedaulatan kita. Demi tanah air dan kehormatan, Wajo akan berdiri bersamamu melawan ancaman yang datang dari luar."

Keputusan ini menandai titik balik dalam perjuangan melawan VOC. Meskipun aliansi antara Wajo dan Gowa tidak cukup untuk mengalahkan VOC dan Bone, langkah Raja Wajo menjadi simbol perlawanan terhadap pengkhianatan dan kolonialisme.

Namun, pilihan Raja Wajo membawa konsekuensi besar. Arung Palakka, yang merasa dikhianati, bertekad untuk menghancurkan Wajo. Dalam sebuah pertempuran sengit, pasukan Arung Palakka dan VOC menyerang Wajo. Raja Wajo, meskipun kalah dalam jumlah, memimpin pasukannya dengan keberanian luar biasa. Ia menghadapi dilema besar saat konflik antara Sultan Hasanuddin dari Gowa dan Arung Palakka dari Bone, yang bersekutu dengan VOC (Belanda), mengancam stabilitas kawasan.


Legenda mengatakan bahwa Raja Wajo bertempur hingga titik darah penghabisan, dengan satu pesan terakhir kepada rakyatnya:

"Jangan pernah tunduk kepada penjajah, meski nyawa harus menjadi taruhannya. Kebebasan adalah warisan yang harus kita jaga."

Keputusan itu mengecewakan Arung Palakka, yang merasa dikhianati. Namun, La Tenri Lai percaya bahwa membiarkan VOC berkuasa hanya akan membawa kehancuran bagi semua kerajaan di Sulawesi. Ia bersekutu dengan Gowa dan membangun pertahanan untuk menghadapi serangan gabungan VOC dan Bone. Meskipun akhirnya Wajo harus menghadapi kekalahan, keberanian La Tenri Lai dikenang sebagai upaya menjaga martabat dan kebebasan bangsanya.

Pengkhianatan Raja Wajo terhadap Arung Palakka sebenarnya adalah pengkhianatan terhadap penindasan, dan pengorbanannya dikenang sebagai pengingat bahwa kesetiaan sejati adalah kepada tanah air, bukan kepada mereka yang melupakan prinsip demi kekuasaan.
-

Cerita ini menggambarkan dilema moral dan politik seorang pemimpin dalam menghadapi kolonialisme, sekaligus menunjukkan kompleksitas hubungan antar-kerajaan di Nusantara. 

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...