Malam itu, suasana Istana Gowa penuh sorak sorai. Sultan Hasanuddin, seorang pemuda gagah berusia 22 tahun, baru saja dinobatkan sebagai Raja Gowa ke-16. Dengan pakaian kebesarannya, ia berdiri di atas pelataran istana, menatap rakyatnya yang bersorak gembira.
Hasanuddin: (dengan suara lantang)
“Hari ini, saya bersumpah di hadapan langit dan bumi, bahwa saya akan menjaga kejayaan Gowa. Tidak ada kekuatan asing yang akan mencuri hak kita atas tanah dan lautan ini!”
Rakyat bersorak, dan semangat kemenangan menyelimuti seluruh wilayah kerajaan.
Gowa, Kerajaan Maritim yang Perkasa
Di bawah kepemimpinan Hasanuddin, Gowa semakin kuat. Pelabuhan Makassar menjadi pusat perdagangan yang sibuk, dengan kapal-kapal dari Maluku, Jawa, dan bahkan Eropa berdatangan untuk menukar rempah-rempah, emas, dan kain.
Namun, di tengah gemuruh pasar yang sibuk, sebuah kapal Belanda berlabuh dengan bendera VOC berkibar di atasnya. Dari kapal itu turun seorang pria berperawakan tinggi dengan tatapan licik: Cornelis Speelman, utusan VOC.
Pertemuan yang Menegangkan
Di balairung istana, Sultan Hasanuddin menerima Speelman. Dengan senyum tipis, Speelman mempersembahkan sebuah surat.
Speelman:
“Yang Mulia Sultan Hasanuddin, VOC menawarkan kerja sama yang menguntungkan. Kami akan membeli seluruh hasil rempah-rempah kerajaan Anda dengan harga terbaik, asalkan Anda setuju untuk menjualnya *hanya* kepada kami.”
Hasanuddin membaca surat itu dengan alis berkerut. Setelah selesai, ia melemparkan surat tersebut ke meja.
Hasanuddin: (dengan nada tegas)
“VOC ingin memonopoli perdagangan kami? Tidakkah kalian sadar, perdagangan ini adalah nadi kehidupan rakyatku? Aku tidak akan menyerahkan kedaulatan Gowa untuk keuntungan kalian!”
Speelman tetap tersenyum, tapi matanya memancarkan ancaman.
Speelman:
“Sultan, pikirkanlah baik-baik. Kami bukan sekadar pedagang. Kami memiliki armada yang kuat, dan kami tidak segan-segan menggunakannya untuk menegakkan kepentingan kami.”
Hasanuddin berdiri, menatap Speelman dengan tatapan tajam.
Hasanuddin:
“Katakan pada atasanmu, Gowa tidak tunduk pada ancaman. Pergi sebelum aku berubah pikiran!”
Speelman keluar dengan wajah murka, meninggalkan ancaman tersembunyi yang akan menjadi awal konflik besar.
Awal Konflik
Setelah kejadian itu, VOC mulai memblokade pelabuhan Makassar. Kapal-kapal dagang dari Maluku dan Jawa dicegat, membuat aktivitas perdagangan Gowa terganggu. Hasanuddin yang tak ingin tinggal diam segera memanggil para panglima perang ke istana.
Hasanuddin: (kepada para panglima)
“Kita tidak bisa membiarkan VOC menguasai lautan kita. Bangun armada, persiapkan prajurit, dan pastikan pelabuhan kita tetap aman. Aku lebih memilih perang daripada menyerahkan tanah ini kepada penjajah!”
Para panglima mengangguk, dan persiapan perang pun dimulai.
Persiapan Perang
Hasanuddin memimpin langsung pelatihan para prajuritnya. Ia memperkuat benteng-benteng pertahanan di sepanjang pantai dan membangun aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Ternate dan Buton.
Namun, VOC tidak tinggal diam. Mereka memanfaatkan perselisihan lama antara Gowa dan Bone. Arung Palakka, seorang bangsawan Bone yang terusir, diajak bergabung dengan VOC untuk melawan Gowa.
Dialog di Tengah Kekacauan
Di suatu malam, saat bintang-bintang bersinar redup di langit, Hasanuddin berbicara dengan Karaeng Bonto, penasihatnya yang bijaksana.
Karaeng Bonto:
“Paduka Sultan, dengan adanya Arung Palakka di pihak VOC, posisi kita semakin sulit. Bone akan menjadi duri dalam daging.”
Hasanuddin terdiam sejenak, menatap bintang yang berkelip lemah.
Hasanuddin:(dengan suara berat)
“Karaeng, aku tidak takut pada Belanda atau Arung Palakka. Yang aku takutkan adalah perselisihan di antara bangsa kita sendiri. Kalau kita tidak bersatu, VOC akan menang tanpa harus bertempur.”
Konflik yang Tak Terhindarkan
Namun, perang tak terelakkan. Armada VOC, dipimpin Speelman dan didukung pasukan Arung Palakka, menyerbu wilayah Gowa. Benteng Somba Opu menjadi medan pertempuran sengit.
Di tengah dentuman meriam dan pekikan perang, Hasanuddin berdiri di atas tembok benteng, menghunus pedangnya.
Hasanuddin:
“Prajurit Gowa, bertarunglah untuk tanah airmu! Jangan biarkan penjajah mengambil apa yang menjadi milik kita!”
Akhir yang Dramatis
Meskipun perlawanan Gowa penuh semangat, persenjataan VOC yang lebih modern akhirnya memaksa Hasanuddin menyerah. Dengan berat hati, ia menandatangani Perjanjian Bongaya, yang menghancurkan kedaulatan Gowa.
Saat menandatangani perjanjian itu, Hasanuddin menatap Speelman dengan tajam.
**Hasanuddin:** *(dengan suara dingin)*
“Kau mungkin menang hari ini, tapi ingatlah, rakyatku tidak akan pernah berhenti melawan. Gowa akan bangkit kembali, jika bukan olehku, maka oleh anak cucuku.”
Speelman hanya tertawa kecil, tidak menyadari bahwa kata-kata Hasanuddin menjadi kenyataan di masa depan.
Epilog
Sultan Hasanuddin menghabiskan sisa hidupnya dalam kesunyian, tapi semangatnya terus hidup dalam hati rakyatnya. Ia dikenang sebagai “Ayam Jantan dari Timur,” simbol keberanian melawan penjajahan.
Kerajaan Gowa mungkin runtuh, tetapi jiwa perlawanan Sultan Hasanuddin tidak pernah pudar, menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan Nusantara.
No comments:
Post a Comment