Tetes hujan merintih ditengah kangen ku, jika usai hujan di senja ini,

ku berharap pelangi dihadirkan oleh Tuhanku, untuk mengobati rindu yang semakin meronta diujung kalbu.

Sunday, December 1, 2024

Legenda Pertempuran Somba Opu: Keberanian Sultan Hasanuddin

Di sebuah malam yang gelap, bulan menggantung rendah di atas Benteng Somba Opu. Benteng itu berdiri megah, dikelilingi hutan lebat dan lautan yang tenang—sebuah simbol tak tergoyahkan dari kejayaan Kerajaan Gowa. Namun malam itu, angin membawa suara-suara tak menyenangkan: derap langkah pasukan, dentingan senjata, dan teriakan peperangan yang semakin mendekat.  

Di atas tembok benteng, Sultan Hasanuddin berdiri dengan gagah. Wajahnya keras, tapi matanya menyimpan tekad yang tak tergoyahkan. Ia memandang ke kejauhan, tempat api unggun musuh membakar langit malam. Pasukan VOC, dipimpin Cornelis Speelman, telah mengepung benteng itu.  

Hasanuddin
(berbicara kepada para panglimanya) 
"Saudara-saudaraku, malam ini mungkin adalah malam terakhir kita berdiri di atas tanah ini. Tapi biarlah dunia tahu bahwa kita adalah orang Gowa, yang tidak pernah tunduk pada kekuatan asing!"  

Para panglima serentak menghunus pedang mereka. Salah satu dari mereka, Karaeng Galesong, melangkah maju.  

Karaeng Galesong:
"Paduka Sultan, biarkan saya memimpin serangan pertama. Darah kami akan menjadi tameng bagi Gowa!"  

Hasanuddin menggeleng dengan tenang, lalu meletakkan tangannya di bahu Galesong.  

Hasanuddin:  
"Tidak, Galesong. Malam ini aku akan berdiri di depan. Aku ingin musuh tahu siapa yang mereka hadapi."  

Pertempuran Dimulai

Subuh tiba dengan langit yang memerah. Dari balik kabut pagi, pasukan VOC mulai maju. Suara meriam pertama mengguncang bumi, diikuti oleh dentuman lain yang menghujani dinding benteng.  

Namun, Sultan Hasanuddin telah mempersiapkan segalanya. Dengan bendera Gowa berkibar di belakangnya, ia memimpin serangan balasan. Pasukan Gowa yang bersenjatakan tombak dan keris menyerbu keluar dari benteng, menghantam barisan depan VOC dengan semangat luar biasa.  

Di tengah kekacauan itu, Hasanuddin berada di garis depan, pedangnya berkilau di bawah sinar matahari pagi.  

Hasanuddin:
"Majulah, wahai prajurit Gowa! Hari ini, tanah kita tidak akan diinjak oleh musuh tanpa perlawanan!"  

Pertempuran berubah menjadi pertumpahan darah. Pasukan Gowa, meskipun kalah jumlah dan senjata, bertarung dengan keberanian yang membuat VOC kewalahan.  

Momen Pengkhianatan  

Namun, di tengah harapan yang menyala, musibah datang. Dari belakang, pasukan Bone yang dipimpin Arung Palakka, sekutu VOC, menyerang. Mereka menembus pertahanan belakang Gowa, membuat pasukan Hasanuddin terjepit.  

Hasanuddin melihat ini dari jauh. Wajahnya mengeras, tapi tidak ada rasa gentar di matanya.  

Hasanuddin:
(berbisik pada dirinya sendiri) 
"Arung Palakka... bahkan di medan perang, kau membawa pengkhianatan."  

Keberanian yang Tak Tergoyahkan

Pasukan Gowa mulai kelelahan, tapi Sultan Hasanuddin tetap bertarung. Ia berteriak memompa semangat para prajurit yang tersisa.  

Hasanuddin
"Kita mungkin kalah, tapi kita tidak akan menyerah! Biarkan nama kita dikenang sebagai mereka yang melawan tanpa gentar!"  

Namun, jumlah dan kekuatan musuh akhirnya menguasai. Benteng Somba Opu runtuh, dan Sultan Hasanuddin terpaksa mundur ke bagian dalam benteng.  

Perjanjian Bongaya 

Setelah berbulan-bulan bertahan, Sultan Hasanuddin akhirnya dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Perjanjian itu mengakhiri perang, tapi dengan harga yang mahal. Gowa kehilangan sebagian besar wilayahnya, dan VOC memonopoli perdagangan di Nusantara timur.  

Saat menandatangani perjanjian itu, Hasanuddin menatap mata Speelman dengan dingin.  

Hasanuddin:  
"Kaum penjajah mungkin memenangkan pertempuran ini, tapi ingatlah, semangat rakyatku tidak pernah mati."  

Speelman hanya tertawa kecil, tidak menyadari bahwa kata-kata itu adalah kutukan bagi VOC di masa depan.  

Warisan yang Abadi

Sultan Hasanuddin wafat tiga tahun kemudian, pada tahun 1670. Namun, perjuangannya tidak sia-sia. Namanya menjadi simbol keberanian, perlawanan, dan cinta tanah air.  

Rakyat Makassar mengenangnya sebagai "Ayam Jantan dari Timur," pemimpin yang berdiri teguh melawan penjajahan meskipun harus menghadapi musuh yang jauh lebih kuat.  

Legenda pertempuran di Benteng Somba Opu hidup hingga hari ini, mengingatkan generasi muda akan pentingnya menjaga kedaulatan, harga diri, dan keberanian dalam menghadapi ketidakadilan. 

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...