Tetes hujan merintih ditengah kangen ku, jika usai hujan di senja ini,

ku berharap pelangi dihadirkan oleh Tuhanku, untuk mengobati rindu yang semakin meronta diujung kalbu.

Sunday, December 1, 2024

Meteor kita

Kata orang; ketika melihat meteor jatuh,
ucapkanlah apa yang diinginkan dan
keinginan itu akan terkabul. Sebenarnya
aku tidak terlalu percaya akan anggapan
yang aku anggap tahyul itu. Namun
banyaknya orang yang melakukan itu, aku
jadi ikut-ikutan. Yah! Biarlah, apa juga sih
salahnya. Toh, asal keyakinan kita masih
bulat bahwa yang mengabulkan doa kita
itu adalah Tuhan, mengucapkan sesuatu
di saat meteor jatuh bukan hal yang tabu.
Asal jangan teriak-teriak pakai megapon
saja, biar tidak mengganggu tetangga
yang mungkin lagi nyenyak.
Aku sedang berjalan menikmati
pemandangan malam di kampung
halamanku. Sambil menikmati kembali
masa-masa lalu yang selalu indah untuk
dikenang. Pada malam minggu begini,
jalanan kampung masih ramai. Nah di
saat itu ada meteor yang jatuh. Sesaat
aku berhenti. Aku mengucapkan
keinginanku, asal saja, aku ingin
mendapatkan kekasih dan malas jadi
jomblo.
Gak sadar bahwa aku berdiri di tengah
jalan. Tiba-tiba ada sepeda onthel*
menabrakku. Gubrakkk!!! Aku kaget dan
terjatuh. Sambil meringis aku mencoba
berdiri, dan kulihat pengendara sepeda
juga terjatuh dan mencoba berdiri.
Ternyata seorang gadis. Aku siap-siap
mau nyemprot gadis itu.
“Dian?” Remang cahaya malam masih
cukup untuk melihat wajah gadis itu.
“Edi?”
Ya! Ternyata gadis itu adalah Dian,
sahabat kecilku yang lama tidak kau lihat
sejak kami memutuskan untuk
melanjutkan sekolah ke kota yang
berbeda.
“Maafkan aku, telah menabrakmu. Kamu
tidak apa-apa?” Kata Dian dengan wajah
cemas.
“Aku tidak apa-apa. Kamu sendiri
bagaimana? Kelihatannya kakimu luka.”
“Hanya luka kecil kok.”
Dian tidak berubah. Tidak mudah
mengeluh. Entah mengapa aku begitu
senang bertemu kembali dengannya.
Kami memutuskan untuk pulang bareng,
Kebetulan rumah kami tidak terlalu jauh
dan searah. Kubatalkan acara jalan-jalan
malam ini. Aku lebih memilih berjalan
bersama Dian. Bercerita tentang waktu
yang telah berlalu.
“Dian, bolehkah aku mengetahui nomor
hapemu?” Tanyaku sebelum kami
berpisah.
“Bolehlah. Aku juga sangat senang kalau
kamu bisa nelpon aku.”
Dian lalu menuliskan nomor di telapak
tanganku.
Semakin hari hubungan kami semakin
dekat. Hampir tiap hari kami berhubungan
entah itu saling menelpon, atau sms,
bahkan kami sering chating. Bunga-
bunga cinta itu tumbuh. Hampir dua
tahun kami berhubungan dan akhirnya
kami memutuskan untuk membuat
hubungan kami menjadi sepasang
kekasih.
Rupanya diam-diam orang tua kami
mengetahui hubungan kami. Mungkin
juga karena tiba-tiba kami lebih sering
pulang kampung. Lagian, di desa sekecil
ini, jarum jatuhpun bisa terdengar di
seluruh desa. Orang tuaku dan orang tua
Dian ternyata sudah bertemu dan
merencanakan untuk menjodohkan kami.
Oh Tuhan! Aku yakin Engkaulah yang
mengatur semua ini. Terlepas apakah ini
melalui media meteor yang jatuh dari
langit atau mungkin sedikit luka di kaki
Dian yang ternyata bisa menyatukan hati
kami. Terima kasih Tuhan, semoga
Engkau menjatuhkan meteor-meteor yang
terindah untuk cinta kami.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...