Bayang-bayang di Ujung Malam
Angin berembus perlahan, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan keheningan malam. Jam di dinding berdetak pelan, seperti menegaskan betapa lambatnya waktu berjalan. Aku berbaring di ranjang, menatap langit-langit kamar yang samar-samar diterangi cahaya bulan yang menyelinap melalui celah jendela.
Sudah lewat tengah malam, tapi kantuk tak kunjung datang. Ada sesuatu di udara—sesuatu yang tak terlihat, namun terasa menggantung di sudut ruangan.
Aku mencoba memejamkan mata, tetapi suara samar itu kembali terdengar. Seperti bisikan. Seperti seseorang yang memanggil namaku.
Jantungku berdegup lebih cepat. Aku menoleh ke arah pintu, tapi tak ada apa-apa di sana. Semua tetap sunyi. Namun, saat aku kembali menatap langit-langit, aku melihatnya.
Bayangan.
Hitam pekat, lebih gelap dari malam itu sendiri. Ia tak memiliki bentuk yang jelas, hanya sebuah siluet yang tampak seperti bergerak, mengendap-endap di sudut kamar.
Aku menelan ludah. Tubuhku terasa berat, seolah sesuatu menekan dadaku. Bayangan itu perlahan mendekat, dan untuk sesaat, aku bersumpah bisa melihat sepasang mata merah menyala menatap ke arahku.
Aku ingin berteriak, tapi suaraku tertahan di tenggorokan.
Kemudian, tepat saat bayangan itu hampir menyentuhku, aku mendengar sesuatu—sebuah suara lembut, hampir seperti bisikan dari dalam kepalaku sendiri.
"Jangan takut. Aku hanya bagian dari malam yang kau ciptakan sendiri."
Mataku melebar. Nafasku memburu. Namun, dalam sekejap, bayangan itu menghilang, larut kembali ke dalam kegelapan.
Aku terdiam, masih merasakan jantungku berdetak keras di dada.
Malam itu, aku akhirnya mengerti.
Terkadang, yang membuat kita terjaga bukanlah suara dari luar. Tapi suara dari dalam diri kita sendiri—bayangan yang muncul dari pikiran yang tak bisa tenang.
No comments:
Post a Comment