Malam itu, hujan turun dengan deras, menciptakan irama monoton di atas atap seng rumah kontrakan tua itu. Fajar terbaring di tempat tidurnya, masih merasakan nyeri menusuk di mata kirinya yang terluka akibat kecelakaan siang tadi. Perban putih menutupi sebagian wajahnya, dan rasa panas masih terasa di balik luka itu.
Dia menghela napas panjang, mencoba memejamkan mata, tetapi sesuatu yang aneh terjadi. Pandangannya menembus langit-langit kamar. Bukan dalam arti metaforis—dia benar-benar melihat menembus atap rumahnya.
Di atas sana, di lantai dua kontrakan yang dihuni seorang perempuan muda bernama Laras, dia melihat sesuatu yang tidak seharusnya terlihat. Laras baru saja keluar dari kamar mandi, rambut panjangnya masih basah, dan hanya mengenakan handuk putih yang melilit tubuhnya. Fajar membelalakkan mata—atau setidaknya itulah yang dia pikirkan. Namun, dia sadar satu hal: matanya yang terluka ini memberinya kemampuan tembus pandang.
Jantungnya berdebar. Ini bukan mimpi, bukan halusinasi akibat obat penghilang rasa sakit. Dia bisa melihat dengan jelas, terlalu jelas. Sejenak, dia mencoba menoleh ke arah lain, berharap pandangan ini berhenti. Namun, semakin dia berusaha menghindari, semakin jelas pula dunia di balik tembok dan atap yang tampak di hadapannya.
Laras berjalan ke arah cermin, menatap bayangannya sendiri. Wajahnya terlihat lelah, tetapi tetap cantik. Fajar merasa bersalah, merasa seperti seorang pengintip yang tidak tahu diri. Namun, di tengah rasa bersalah itu, sebuah pikiran lain muncul di benaknya: Bagaimana kalau kekuatan ini bisa digunakannya untuk sesuatu yang lebih besar?
Dengan hati-hati, dia duduk, mencoba memahami sejauh mana batas dari penglihatannya ini. Jika dia bisa menembus atap, apakah dia bisa melihat lebih jauh? Menembus dinding lain? Melihat sesuatu yang tersembunyi dari pandangan orang biasa?
Namun, saat dia menatap kembali ke arah Laras, gadis itu tiba-tiba menoleh ke arah Fajar, seolah menyadari sesuatu. Mata mereka bertemu—atau setidaknya begitulah yang Fajar rasakan. Jantungnya berdetak lebih cepat. Tidak mungkin, kan? Tidak mungkin Laras bisa melihatnya...
Tapi, mengapa ekspresi gadis itu terlihat begitu bingung?
Fajar tersentak. Apa yang sebenarnya terjadi dengan matanya?
No comments:
Post a Comment