Kerajaan Langit Biru, yang dikenal dengan keindahan awannya yang selalu membayang di atas lembah hijau, tidak lagi secerah dulu. Setelah tragedi di Lembah Surya yang merenggut nyawa Putri Mentari, istana Langit Biru berubah menjadi tempat yang suram. Raja Dirgantara, yang selama ini dikenal sebagai pemimpin tegas dan penuh wibawa, kini dihantui rasa bersalah yang tak berujung.
Luka di Hati Raja Dirgantara
Raja Dirgantara sering menghabiskan malam di balkon istana, memandang langit yang dihiasi bintang-bintang. Di sana, ia selalu mencari bayangan Mentari, putri kesayangannya yang kini hanya hidup dalam kenangan.
“Mentari,” gumamnya dalam kesepian, “apakah aku yang menyebabkan kematianmu? Apakah harga dari kekerasan hatiku adalah kehilanganmu selamanya?”
Sejak kematian Mentari, Raja Dirgantara menjadi raja yang berbeda. Ia menarik diri dari politik dan pertemuan kerajaan. Keputusannya yang keras untuk melarang cinta Mentari dan Arjuna kini tampak seperti kesalahan fatal, sebuah dosa yang tak bisa ia tebus.
Bayang-Bayang Penyesalan
Istana Langit Biru tidak lagi diramaikan dengan tawa. Para pelayan berjalan dengan hati-hati, takut mengganggu suasana duka. Sang raja menghindari pertemuan dengan para penasihat dan hanya ditemani Permaisuri Dewi Swargini, yang juga masih berkabung.
“Baginda,” ujar Dewi Swargini suatu malam, “Mentari tidak akan ingin melihat kita terus hidup dalam duka. Ia mencintai Arjuna dengan sepenuh hati, dan cinta mereka adalah sesuatu yang suci, meskipun berakhir tragis. Kita harus mengingatnya dengan cara yang lebih baik.”
Namun, Raja Dirgantara hanya menggelengkan kepala. “Aku telah gagal sebagai seorang ayah, Permaisuri. Aku mengira bahwa melindungi tradisi lebih penting daripada mendengarkan suara hatinya. Kini aku kehilangan segalanya.”
Perubahan di Langit Biru
Meskipun dihantui rasa bersalah, Raja Dirgantara perlahan menyadari bahwa kerajaan tidak bisa dibiarkan terpuruk. Ia mulai menghadiri sidang kerajaan kembali, meskipun semangatnya belum sepenuhnya pulih.
Pada suatu hari, seorang penyair dari Jagat Bayu datang ke istana, membawa sebuah lagu yang ia ciptakan untuk mengenang Arjuna dan Mentari. Lagu itu menceritakan cinta mereka yang melampaui batas, meskipun harus kalah oleh kebencian dan ambisi manusia.
Saat mendengarkan lagu itu, Raja Dirgantara meneteskan air mata di depan para menteri dan tamu istana. Untuk pertama kalinya, ia mengakui kesalahannya di hadapan semua orang.
“Mentari dan Arjuna telah mengajarkan kita bahwa cinta adalah kekuatan yang harus dihormati, bukan dihancurkan. Aku bersalah karena gagal memahaminya. Mulai hari ini, aku bersumpah untuk menjadikan Langit Biru tempat di mana cinta tidak lagi dikekang oleh batas-batas yang diciptakan manusia.”
Mendirikan Monumen Cinta
Sebagai bentuk penebusan, Raja Dirgantara memerintahkan pembangunan sebuah monumen di puncak bukit tertinggi di Kerajaan Langit Biru. Monumen itu berbentuk dua patung, seorang pria dan wanita yang berdiri saling berpandangan, namun dipisahkan oleh jurang. Monumen itu dinamai *Memori Cinta Mentari dan Arjuna*.
Setiap tahun, rakyat Langit Biru dan Jagat Bayu berkumpul di tempat itu untuk memperingati cinta sejati yang telah menginspirasi mereka. Monumen itu menjadi simbol persatuan kedua kerajaan, sebuah pengingat bahwa cinta sejati tidak boleh lagi dikorbankan oleh kebencian dan ambisi.
Harapan Baru di Langit Biru
Beberapa tahun kemudian, Permaisuri Dewi Swargini melahirkan seorang putra. Raja Dirgantara menamai anak itu Surya Dirgantara, sebagai penghormatan kepada Arjuna dan Mentari. Nama itu adalah simbol harapan baru, sebuah doa agar Langit Biru tidak lagi menjadi tempat duka, melainkan tempat di mana cinta dan kedamaian bisa tumbuh subur.
Raja Dirgantara mendidik putranya dengan penuh kasih sayang, memastikan ia belajar dari kesalahan masa lalu. Ia mengajarkan Surya Dirgantara bahwa cinta dan kebijaksanaan adalah kekuatan terbesar yang dimiliki seorang pemimpin.
Langit Biru yang Kembali Cerah
Kerajaan Langit Biru perlahan kembali menemukan kejayaannya. Raja Dirgantara, meskipun tidak pernah melupakan rasa bersalahnya, menjalani sisa hidupnya dengan dedikasi untuk membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi rakyatnya.
Mentari dan Arjuna tetap hidup dalam kenangan, dalam lagu-lagu yang dinyanyikan anak-anak dan cerita yang diceritakan di pasar-pasar. Mereka menjadi simbol cinta yang abadi, cinta yang meskipun berakhir tragis, membawa pelajaran yang tak terlupakan bagi dua kerajaan.
Langit Biru tidak lagi kelabu. Kini, di setiap senja, saat matahari terbenam di balik awan, Raja Dirgantara sering memandang ke cakrawala dan tersenyum kecil, merasa bahwa Mentari dan Arjuna sedang menari bersama di langit.
No comments:
Post a Comment